Rabu, 01 Februari 2012


Masuk Garis Lintang 0 Derajat, Semua Wajib Mandi Khatulistiwa Merayap Kelilingi Geladak, Pangkat tak Berarti
 Padang Ekspres • Selasa, 24/01/2012 12:06 WIB • Suryo Eko P—Sorong • 276 klik


Laju KRI Dewaruci Sabtu petang (21/1) mendekati perairan Sorong, berada di garis lintang 0,125 derajat. Lantaran garis lintang hampir tepat 0 derajat, suasana di geladak J (tengah) KRI Dewaruci terlihat beda dari biasanya. Para bintara dan tamtama anak buah kapal (ABK) membasahi lantai dari kayu jati di sepanjang lorong dengan air laut. Lalu,  membubuhkan sabun colek di beberapa titik.

Lorong selebar 1,5 meter itu mengelilingi dua kamar tidur perwira, lounge room kadet, kamar mandi bintara-tamtama, lounge room bintara-taruna, dan dapur. Panjang satu putaran sekitar 40 meter. Pemandangan tersebut menjadi tanda-tanda buruk bagi penumpang Dewaruci yang baru pertama berlayar dengan kapal legendaris tersebut. JPNN bersama 18 penumpang lain termasuk yang bakal ”dikerjai” oleh kru Dewaruci.

Di antara 19 penumpang baru itu, ada dua perwira berpangkat kapten dan dua anggota Komando Pasukan Katak (Kopaska). Yakni, Kapten Laut (E) Romsi Bakti Malios, Kapten Laut (KH) Sapto Budiarso, Serka Mes Sapto Waskito, dan Kopda Ttu M Ali. Selebihnya adalah bintara-tamtama senior maupun junior yang harus melepas tanda pangkat saat menjalani ”pembaptisan”.

Karena terasa janggal, kru umumnya tutup mulut saat ditanya ada apa gerangan. Sejam setelah shalat Magrib dan Isya yang dijamak di geladak H (atas), dari pengeras suara yang terdengar sampai seluruh geladak kapal, 19 nama tersebut diumumkan agar berkumpul di ruang tidur kadet geladak K (bawah). Wajah tegang terlihat dari 16 personel TNI matra laut yang berpakaian dinas harian di geladak pengap itu.

Tidak tampak di antara mereka para kadet yang mestinya ikut dalam pelayaran. Sebab, para kadet memang belum diikutkan dalam pelayaran itu karena sedang mengejar materi kelas di AAL.  Beberapa menit kemudian, terdengar jeritan-jeritan makhluk dasar samudra melalui pengeras suara.

Suasana kapal berubah menjadi menyeramkan. Apalagi, lampu-lampu dipadamkan. ”Ha... ha... ha... Mau lari ke mana kau pelaut penakut, kuman laut, belut, pencemar laut,” ujar suara menggema dan menyeramkan itu. ”Ha... ha... ha... Mau ke mana kau wartawan? Salah sendiri mau ikut pelayaran ini,” lanjutnya dalam suara berat.

Kemudian, 19 orang tersebut diperintah untuk merayap di lantai kapal yang sudah licin oleh sabun colek. Semua diinstruksi merayap mengelilingi lorong geladak tengah sambil disiram air laut melalui selang pompa. Empat kali mereka diminta mengelilingi lorong tersebut. ”Biar tahu kalian setiap sudut kapal,” kata yang terdengar dari pengeras suara.
Setelah itu, para perwira dan bintara-tamtama dari seluruh korps TNI-AL dan wartawan diminta naik ke dek tengah. Di tempat yang biasa dipakai shalat tersebut, penumpang baru Dewaruci diperintah merayap mengelilingi geladak atas sekali putaran. Guyuran air laut melalui dua selang pompa berkecepatan tinggi membuat mata terasa pedih. Setelah dibariskan, semua yang ”dibaptis” mendapatkan pukulan ringan di perut.

Setelah itu, datang Davy Jones, utusan sang penguasa lautan Dewa Neptunus. Davy Jones yang diperankan Kepala Divisi Mesin Lettu Laut (T) Alfredo Panatara Purba menemui Komandan KRI Dewaruci Letkol Laut (P) Haris Bima Bayuseto. Alfredo menanyakan maksud pelayaran kapal yang membawa para pelaut yang belum disucikan sebagai keluarga besar dasar lautan.

Pihaknya bersedia menerima pelaut-pelaut tersebut menjadi putra Neptunus setelah dimandikan pada malam itu dan melalui ritual khusus besok paginya. ”Ini upacara penguasa tujuh samudra raya oleh Dewa Neptunus, Dewi Amphitrite, dan para penggawanya. Jangan sampai dewa kami murka,” tegasnya.  (***)
[ Red/Redaksi_ILS ]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar