JARANG
DI DARAT: Khoirul Saleh (kiri) mengecek tekanan darah Serka Supari
menjelang lomba panjat tiang Dewaruci dalam peringatan kemerdekaan RI 17
Agustus 2012.
Pontang-panting Tangani Diare Masal ABK
Keberadaan Sertu Rum Khoirul Soleh
sebagai bintara kesehatan (bakes) sangat penting dalam ekspedisi KRI
Dewaruci kali ini. Dialah ’’dokter’’ yang harus selalu stand by untuk
menangani awak kapal yang ambruk.
Berikut laporan wartawan koran ini yang ikut dalam pelayaran selama 9 bulan.
DI setiap satuan kapal TNI-AL yang hendak berlayar dalam waktu lama,
pasti disertakan tenaga kesehatan. Apalagi bila kapal yang menjalankan
misi khusus itu membawa banyak penumpang (awak kapal). Kehadiran dokter,
perawat, atau tenaga kesehatan sekelas mantri sekalipun sangat
dibutuhkan. Mau berobat ke mana lagi kalau tidak ke orang-orang
’’penting’’ itu saat sakit di tengah laut.
Dalam ekspedisi KRI Dewaruci keliling
dunia 2012, Dinas Kesehatan Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim)
menugaskan dua personel andal.
Mereka adalah Letnan Satu Laut (K) dr
Bangun Pramujo dan Sersan Satu Rum Khoirul Soleh. Kendati bukan ABK
(anak buah kapal) tetap di Dewaruci, Khoirul sudah malang melintang di
berbagai penugasan militer di darat maupun laut. Jam terbangnya sudah
tinggi. Karena itu, begitu mendapat tugas untuk mengikuti ekspedisi
Dewaruci kali ini, dia langsung siap. Selain karena perintah komandan,
pelayaran panjang kali ini sangat menantang profesionalitasnya sebagai
tenaga kesehatan. ’’Berlayar bareng Dewaruci adalah pengalaman pertama
saya ke luar negeri. Apalagi keliling dunia dengan waktu yang sangat
lama,’’ kata Khoirul.
Selama 25 tahun pengabdiannya di TNI-AL, dia tak pernah mengikuti pelayaran sampai lebih dari sembilan
bulan seperti dalam ekspedisi Dewaruci kali ini.
Khoirul ikut bertugas di kapal perang paling lama tidak lebih dari tiga
bulan. Dia lalu mencontohkan saat ditugaskan on board di KRI Pandrong
pada Oktober–Desember 2011. Di atas kapal patroli itu, Khoirul berlayar
mengelilingi
perairan Indonesia wilayah timur untuk menjaga keamanan teritorial laut.
Tanpa tenaga dokter, dia menjadi rujukan para awak kapal yang mengalami
gangguan kesehatan.’’Alhamdulillah, waktu itu tidak ada kasus medis
berat yang mengharuskan kapal sandar untuk merujuk pasien ke rumah sakit
terdekat,’’ ujarnya.
Hanya berselang dua minggu setelah tugas
patroli KRI Pandrong selesai, Khoirul sudah mendapat perintah untuk
ikut mengawal KRI Dewaruci sejak Januari silam hingga saat ini. Memang,
dalam tujuh tahun ini, Khoirul sering mendapat tugas ’’melaut’’. Setiap
tahun dia dua hingga tiga kali berlayar dalam durasi yang lumayan lama.
Praktis,
waktunya lebih banyak dihabiskan di atas
laut daripada di darat. Bapak tiga anak itu dalam setahun hanya punya
waktu berkumpul keluarga sekitar tiga bulan. ’’Sejak pindah ke Diskes
Koarmatim pada 2005, saya lumayan bisa meluangkan waktu untuk keluarga.
Sebelum itu, lebih sering di laut,’’ ungkap pria asal Jombang tersebut.
Menjadi prajurit dengan pangkat kelasi
dua pada 1987, Khoirul kali pertama berdinas di Yonkesmar, Karangpilang,
Surabaya, sekitar tiga tahun. Kemudian, dia dipindah ke Yonif 2
Marinir, Cilandak, dan Diskes Detasemen Jala Mangkara, Jakarta, selama
empat tahun.
Dia sempat kembali ke Jatim ketika
dimutasi ke Yonif 3 Marinir, Gedangan, Sidoarjo, dan Yonif 1 Marinir,
Tanjung Perak, Surabaya, sampai 2004. Selama itu, berbagai penugasan ke
Nanggroe Aceh Darussalam dia peroleh. Misalnya, saat darurat militer,
operasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan tanggap militer. Kala itu,
Khoirul juga ikut turun ke medan perang, keluar-masuk hutan, serta naik
turun gunung selama 16 bulan. Dia tercatat empat kali mendapat tugas
khusus di provinsi ujung barat Indonesia itu. ’’Tantangannya lebih berat
dibanding masa pendidikan,’’ kenang prajurit yang tidak menyangka akan
diposisikan di korps kesehatan tersebut.
Kasus menonjol ditemui Khoirul ketika
ada ABK yang gulung koming karena perutnya sakit. Rupanya, si ABK punya
riwayat sakit usus buntu akut yang tidak dilaporkan ke tim medis.
Puncaknya, saat kapal berada di kawasan utara Indonesia, sakit si pasien
tak bisa dibendung lagi. Khoirul pun melapor ke komandan kapal mengenai
kondisi ABK yang kesakitan. Komandan lalu memutuskan agar kapal merapat
ke lantamal (pangkalan utama TNI-AL) terdekat yang memiliki rumah
sakit. Operasi wajib dilaksanakan untuk menyelamatkan jiwa anak buahnya.
’’Sebelum sandar, pasien saya infus dan
terapi ringan. Begitu sandar, dia langsung kami evakuasi agar penanganan
apendiks (usus buntu)-nya tidak terlambat,’’ beber Khoirul tanpa
menyebut nama si pasien dan nama kapal yang berlayar dengan alasan
etika.
Dalam ekspedisi Dewaruci kali ini,
dirinya juga mengalami kejadian luar biasa. Dia dan tim medis lainnya
bahkan sempat dibuat kelabakan. Yakni, kejadian pada Agustus lalu seusai
seluruh ABK muslim umrah ke Makkah. Hampir separo di antara 69 awak
kapal yang umrah mengalami diare masal. Diduga, penyebabnya adalah
makanan katering yang dikonsumsi para ABK kurang memenuhi standar
kesehatan. Saking parahnya, sejumlah personel sampai terkapar dua hari.
Beberapa ABK mengalami dehidrasi karena banyaknya cairan yang keluar.
’’Kami sempat panik karena pelayaran harus segera dilanjutkan. Karena
itu, kami harus bekerja keras agar para ABK yang terkapar bisa segera
pulih kembali,’’ ujar suami Nusrotin Alfiyah itu.
’’Beruntung, oralit dan obat yang
diminumkan dengan cepat memulihkan kondisi para pasien. Jadwal
perjalanan kapal pun tak sampai terganggu karena tidak ada pasien yang
harus opname,’’imbuhnya.
Selain kasus diare masal itu, hampir tak
ada kasus menonjol lain yang ditangani sepanjang pelayaran sembilan
bulan tersebut. ’’Kalau hanya masuk angin, flu, sakit kepala, itu biasa.
Namanya hidup di tengah laut,’’ tuturnya.
Khoirul berharap, seusai menjalankan
misi Dewaruci keliling dunia nanti, kehidupannya bisa lebih ’’normal’’.
Dia ingin lebih banyak berkumpul istri dan tiga anaknya yang sudah
gede-gede. Diantara tiga anaknya, tinggal si bungsu, Dani Saputra (17)
yang masih duduk di bangku SMA. Dua putra pertamanya, Muhammad Ade (21)
dan Muhammad.
Feri Rokhman (19), sudah kelar pendidikan. Bahkan, Feri kini bekerja di dunia kesehatan sebagai asisten apoteker.
’’Pokoknya, setelah (pelayaran) ini saya berharap bisa lebih sering kumpul keluarga,’’ tegas Khoirul. (*/c5/ari/bersambung)