Letnan Satu Pelaut Deni Purwanto, perwira di Departemen Bahari KRI Dewaruci, menggendong bayi perempuannya sekaligus anak pertamanya, saat KRI Dewaruci pulang ke pangkalannya di Surabaya, Kamis. Dia tidak bisa menunggui kelahiran anak pertamanya itu di Tanah Air, karena harus bertugas berlayar bersama KRI Dewaruci keliling dunia selama sembilan bulan. (ANTARA News/Ade P Marboen)
... Anakku yang pertama lahir saat aku layar ke Eropa 2003 lalu. Sekarang bertambah lagi…"
Surabaya (ANTARA News) - Puluhan anak buah kapal dan perwira KRI Dewaruci sudah pulang ke pangkalannya, di dermaga Madura, Komando Armada Indonesia Kawasan Timur TNI AL, Surabaya, Kamis. Mereka meninggalkan Tanah Air sejak 14 Januari lalu untuk keliling dunia dalam banyak misi, di antaranya Sail Operation 2012, di Amerika Serikat.

Pelayaran memerlukan waktu sampai 17 Oktober ini dengan rute dimulai ke timur, yaitu Jayapura setelah meninggalkan Surabaya. "Naahhh… setelah Jayapura itu, tanda-tanda tantangan alam mulai semakin terlihat; ombak besar dan mengguncang kapal keras sekali," kata Kepala Departemen Logistik KRI Dewaruci, Kapten Suplai Kusnanto.

Yang dia maksud adalah ketinggian gelombang laut selepas perairan Indonesia membelah Samudera Pasifik menuju persinggahan luar negeri pertama, Kwajelein, gugus kepulauan milik Amerika Serikat di Pasifik Barat. Antara Jayapura-Kwajelein, berjarak hampir sama dengan Kwajelein-Hawa'ii, yang direncanakan ditempuh dalam waktu 14 hari pelayaran.

Ternyata penggal Kwajelein-Hawa'ii itu memerlukan waktu hampir tiga pekan! Kecepatan kapal yang dikomandani Letnan Kolonel Pelaut Haris Bima, sampai minus dua knot alias mundur karena terjangan badai di Samudera Pasifik itu.

"Itulah pelayaran paling panjang, kami sampai kehabisan air bersih dan bahan bakar. Bahkan sampai harus berkonsultasi dengan Markas Besar TNI AL di Cilangkap melalui inmarsat," katanya. Beruntung mereka mendapat suntikan bahan bakar dari satu kapal fregat Amerika Serikat, USS Reuben James, di dekat Hawa'ii.

Itulah sekelumit kecil tantangan alam yang melekat dalam pelayaran astronomi-pendidikan bertajuk Kartika Jala Krida Luar Negeri 2012 ini. Masih banyak lagi hantaman gelombang dan cabikan badai yang mereka hadapi bersama, dan KRI Dewaruci sekali lagi masih mampu menunjukkan darma bhaktinya.

Kini, KRI Dewaruci beserta semua manusia pengawaknya telah kembali. Kelelahan, kebosanan, dan banyak lagi hal-hal manusiawi yang sering bisa merontokkan semangat pelayaran, telah hilang. Diganti senyum dan peluk-cium keluarga yang telah menunggu sejak pagi hari, Kamis.

Kelasi Dua Yaspan Hadi, sebagai contoh. Kelasi juru masak KRI Dewaruci ini sampai menitikkan air mata rindu dan haru saat memeluk kedua anak dan istrinya. "Anakku yang pertama lahir saat aku layar ke Eropa 2003 lalu. Sekarang bertambah lagi…," katanya.

Biar bagaimanapun, pelayaran ini adalah tugas negara. Namun di balik itu semua, dorongan dan keikhlasan keluarga memberi mereka energi dan kepercayaan diri sangat tinggi. Bayaran untuk itu semua adalah kerinduan dan kasih sayang seorang bapak pada anak dan keluarganya.

Sebagaimana disimbolkan dari pemunculan tiang-tiang tinggi KRI Dewaruci menjelang merapat menuju dermaga. Harapan kehadiran sang kekasih itu menjadi nyata di depan mata di mata keluarga masing-masing, manakala wujud-wujud itu terdapat di depan mata mereka… (*)
Editor: Ade Marboen