Padang Ekspres • Selasa, 24/07/2012 12:40 WIB • SURYO EKO PRASETYO -- Boston •
Pagi
buta (5/7) hujan deras mengguyur Distrik Seaport, Boston Selatan. Itu
hujan pertama sejak Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Dewaruci
bersandar di Boston. Hingga pukul 07.30 waktu setempat, hujan belum reda
meski tak begitu deras. Akibatnya, lapangan di Boston South Fish Pier
masih basah sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan apel pagi
seperti hari-hari biasanya.
Pagi itu memang tak ada
apel. Sebagai gantinya, para ABK (anak buah kapal) diperintahkan
memasang tenda di tengah geladak. Dengan tenda itu, aktivitas di atas
geladak tidak terganggu meski hujan masih rintik-rintik.
Yang juga terlihat agak berbeda pagi
itu adalah posisi kapal yang lebih rendah dari bibir dermaga. Bahkan,
menjelang subuh, sekitar pukul 03.00, posisinya lebih rendah 3-4
meter. Itu terjadi karena garis pasang-surut air laut yang terbilang
ekstrem. Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, sedikit demi sedikit
air laut mulai pasang sampai akhirnya kembali seperti semula sekitar
pukul 09.00. Malah saat siang hingga sore, ganti posisi badan kapal
yang naik 2-3 meter.
Meski masih pagi, ada saja warga yang
datang di dermaga untuk melihat-lihat Dewaruci dan tiga kapal asing lain
yang sandar berjajar. Umumnya warga sekitar pelabuhan yang sedang
berolahraga. Tak lupa, mereka berfoto di depan kapal-kapal layar
istimewa itu dengan menggunakan kamera handphone masing-masing.
Menjelang siang, kompleks Boston Fish
Market Corporation sudah ramai dengan warga yang antre untuk bisa
masuk ke geladak KRI Dewaruci. Mereka berbondong-bondong mendatangi
dermaga. Mulai para orangtua, anak-anak muda, hingga para balita yang
digendong mama masing-masing atau diletakkan di kereta dorong naik ke
geladak kapal. Mereka tampak penasaran dengan berbagai ornamen
yang menghiasi kapal tua tersebut.
Suasana tambah meriah ketika para pengunjung mendapat suguhan marching band
kadet AAL Genderang Seruling (GS) Jala Gita Taruna di halaman Boston
South Fish Pier. Aksi para taruna AAL angkatan ke-59 yang masuk tahun
akademik 2010 itu membuat warga Boston dan sekitarnya terpukau.
Mereka tampil kompak, rancak, dan lincah. Penampilan GS itu juga
satu-satunya penampilan marching band yang menyemarakkan OpSail 2012 sekaligus atraksi terakhir GS sebelum pulang ke Indonesia.
Dalam aksi itu, marching band
yang dipimpin mayoret Sertukad Faishal Dwi tersebut juga mengiringi
prosesi penyerahan tanda mata Dewaruci kepada tiga kapal layar
negara sahabat peserta OpSail 2012. Barisan marching band yang
dimainkan 50-an kadet itu kemudian menuju kapal Cisne Branco yang
berbendera Brasil. Kemudian dilanjutkan ke kapal Buque Escuela
Guayas (Ekuador) dan Gloria (Kolombia) yang sandar bersebelahan.
Sebelum menyerahkan kenang-kenangan KRI
Dewaruci kepada perwira kapal negara sahabat, GS menunjukkan
penampilan rancaknya. Empat penabuh tambur yang mengenakan kostum
ala walrus (anjing laut) berputar-putar dan meliuk-liuk
sambil mengangkat tambur yang cukup besar itu. Mereka lalu menyusun
tiga drum membentuk segi tiga yang kemudian dinaiki sang mayoret,
Faishal Dwi. Dari atas drum, Faishal memberikan aba-aba hormat kepada
para perwira kapal negara sahabat. Acara dilanjutkan dengan
penyerahan cenderamata Dewaruci kepada komandan tiga kapal asing
tersebut.
Kehadiran para taruna AAL dalam
pelayaran keliling dunia itu melengkapi aktivitas seluruh kru Dewaruci.
Selain praktik pelayaran dan misi diplomasi sebagai duta bangsa, para
kadet turut mengenalkan budaya tradisional Indonesia. Sejumlah
kesenian tari daerah dari Nanggroe Aceh Darussalam sampai Papua
mereka tampilkan.
Kadet AAL yang mengikuti pelayaran itu
sebanyak 101 orang. Mereka terdiri atas 42 kadet korps pelaut, 23
anggota korps Marinir, 17 kadet korps teknik, 10 kadet korps
elektronik, dan 9 kadet korps suplai. Mereka berlayar dari Miami
hingga Boston pada akhir Juni di bawah kendali Komandan Latihan Letkol
Laut (P) Baharudin Anwar.
Selama pelayaran, mereka digembleng
dengan materi kepemimpinan, etika, kerja sama, dan pembinaan fisik
untuk bertahan di laut serta menjalankan serangkaian simulasi. Kapal
Dewaruci menjadi salah satu kawah candradimuka untuk pembentukan
karakter pelaut yang tangguh.
Tinggal berbulan-bulan di atas kapal
berdimensi 58,5 meter x 9,5 meter memang cepat membentuk hubungan
emosional antarpelaut. Hubungan persaudaraan di kalangan pelaut yang
disebut seaman brotherhood membuat latar belakang daerah asal, status ekonomi dan sosial, hingga agama dikesampingkan. (***)