Sandarnya
KRI Dewaruci di Boston mengobati rasa kangen warga Indonesia yang
bermukim di kota itu. Kapal legendaris tersebut juga pernah singgah di
ibu kota Massachusetts itu dalam pelayaran khusus ke AS pada 2000.
Karena itu, tak mengherankan, setelah 12 tahun tidak bertemu dengan
Dewaruci, warga Indonesia ramai-ramai mengunjunginya di pelabuhan.
SORE (4/6) itu ratusan WNI dari berbagai negara bagian AS tumplek blek
di geladak KRI Dewaruci. Saking penuhnya, mereka sampai meluber ke
dermaga tempat kapal kebanggaan Indonesia itu ditambatkan di Fish
Pier 4. Hari itu sebuah cocktail party digeber di geladak
atas. Jamuan istimewa tersebut dipersembahkan oleh kru Dewaruci untuk
menyambut warga Indonesia yang berada di negeri rantau.
Boston merupakan kota kesepuluh di AS
yang disinggahi Dewaruci dalam ekspedisi keliling dunia kali ini.
Sebelumnya, kapal layar itu sandar di Kwajalein (Kepulauan Marshall),
Honolulu (Hawaii), San Diego, dan New Orleans. Kemudian, Miami,
Savanah, dan Norfolk. Setelah itu, Baltimore dan New York sebelum ke
Boston.
Selama Dewaruci mampir di kota-kota
tersebut, warga Indonesia seolah kedatangan saudara sendiri dari jauh.
Mereka pun menumpahkan kerinduan akan tanah air di atas kapal
tersebut. Seperti yang dirasakan Joshua W Utomo, arek Mojokerto yang
kini berprofesi sebagai psikoterapis, motivator, master hipnotis, dan
seabrek kegiatan pertunjukan maupun seminar.
Sejak meninggalkan tanah air pada
pertengahan 1990, Joshua sibuk dengan aktivitas kuliah, tutorial, dan
tampil sebagai pembicara dalam berbagai workshop maupun
seminar program motivasi. “Meski saya jatuh bangun di sini, saya
tetap tidak bisa melupakan Indonesia,” kata Joshua.
Sejak Dewaruci bersandar di
Massachusetts akhir Juni lalu (selama enam hari), dia mengaku nyaris
tidak pernah melewatkan kesempatan untuk mendatangi setiap hari.
Secara sukarela, dia membantu para awak Dewaruci yang ingin berpesiar
di sekitar Kota Boston. Dengan menggunakan mobil sedannya, dia
memberikan tumpangan sekaligus menjadi guide ke tempat-tempat yang dikehendaki para ABK (anak buah kapal).
Selain itu, pria yang gaya bicaranya
ceplas-ceplos tersebut membantu menerapi ABK yang kecanduan merokok.
Di antaranya, Bintara Kesehatan Sersan Satu Khoirul Soleh dan Juru
Bantu Mesin Pokok Kelasi Kepala Muhammad Basori. “Mumpung lagi
ketemu. Kapan lagi bisa membantu bapak-bapak dari TNI-AL ini,” tutur
Joshua merendah.
ABK yang diterapi pun merasa senang.
Khoirul maupun Basori mengaku ingin berhenti merokok. Mereka tidak
ingin kebiasaannya sejak remaja itu berdampak kepada kesehatan
tubuhnya di kemudian hari. “Sekalian bisa berhemat uang belanja,”
ucap Basori, lalu terkekeh.
“Terus terang, selama ini setiap hari
saya bisa habis satu pak isi 12 batang,” ujar Khoirul tersipu. Sebagai
tentara yang diperbantukan sebagai tenaga kesehatan, dia merasa
seharusnya memberikan contoh yang baik kepada rekan-rekannya.
Bukannya malah ikut kecanduan racun nikotin dan tar yang terkandung
dalam tembakau.
Terapi berlangsung singkat. Tak lebih
dari sepuluh menit. Tempatnya di ruang tidur ABK geladak bawah. Sambil
duduk bersila dan memejam, Khoirul dan Basori konsentrasi mendengar
arahan Joshua yang duduk berhadapan. Setelah serangkaian prosesi
hipnoterapi dan menotok beberapa titik saraf di wajah dan dada, mereka
berikrar tidak akan bersentuhan lagi dengan rokok.
“Mudah-mudahan mereka bisa memegang janjinya itu. Apa pun, niat mereka baik dan harus didukung,” pesan Joshua.
Salah seorang warga Indonesia yang datang pada cocktail party di
atas Dewaruci adalah Harianto Cahyono. Dia adalah dosen Fakultas
Psikologi Universitas Surabaya yang sedang menempuh program doktor di
Boston University.
“Sejak kuliah magister pada 2003 saya
tinggal di sini. Jadi, senang sekali saya bisa bertemu dengan saudara
dan kawan dari Indonesia seperti ini,” ujar warga Surabaya, itu yang
datang bersama istri dan anak perempuan semata wayangnya.
Meski langit mulai gelap, Hariono tetap
asyik mengambil foto bagian-bagian kapal dengan menggunakan kamera SLR
yang dibawanya. Meski dibesarkan di Kota Pahlawan, dia mengaku baru
pertama bisa menyaksikan kapal latih para kadet AAL secara langsung itu.
Wigi Lim, warga Bandung yang juga
tinggal di Boston, tak kalah terkesan dengan Dewaruci. Pria paruh baya
yang bekerja di pabrik otomotif itu malah sempat menikmati dua hari
bermalam di kapal tersebut. Tentunya setelah mendapat izin dari
Komandan Kapal Letkol Laut (P) Haris Bima Bayuseto.
Selama menginap, Wigi didampingi Amy
Orourke dan Patty Orourke, istri dan anak perempuannya. Karena kamar
tidur perwira dan ABK sedang penuh, mereka “terpaksa” ditempatkan
di salon atau ruang tamu utama.
Kenangan terhadap Dewaruci juga
didapat Douglas Verga, warga Los Angeles. Pria yang fasih berbahasa
Indonesia itu mengikuti perjalanan Dewaruci dari Miami. “Sebagai
orang yang pernah bekerja di kapal pesiar, Dewaruci terasa luar
biasa,” puji Verga yang sering ke Indonesia untuk urusan pekerjaan.
Pemusik yang biasa tampil di kapal
pesiar itu mengenal Dewaruci sejak lama. Dia menilai, kapal yang
tahun depan berumur 60 tahun itu memiliki roh istimewa. Karena itu,
Verga rela mengeluarkan dana sendiri untuk menginap di hotel selama
mengikuti sandarnya Dewaruci di sejumlah kota di Amerika. Termasuk di
Boston, yang kedua dalam kurun 12 tahun terakhir.
Muhibah Dewaruci di kota itu, berdasar
catatan sejarah, sudah dilakukan dua kali. Yang pertama, pada
pelayaran 2000. Kala itu Dewaruci dipimpin Letkol Laut (P) Darwanto.
Kini mantan komandan KRI Dewaruci itu menjabat kepala staf Armada
Kawasan Timur (Armatim) dengan pangkat laksamana pertama TNI. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar