Senin, 23 Juli 2012

Beramadhan di Kapal Dewaruci yang Keliling Dunia, Rute AS-Porto (3) Obat Kangen Warga Indonesia kepada Tanah Air


Padang Ekspres • Senin, 23/07/2012 12:34 WIB • SURYO EKO PRASETYO -- Boston 
Sandarnya KRI Dewaruci di Boston mengobati rasa kangen warga Indonesia yang bermukim di kota itu. Kapal legendaris tersebut juga pernah singgah di ibu kota Massachusetts itu dalam pelayaran khusus ke AS pada 2000. Karena itu, tak mengherankan, setelah 12 tahun tidak bertemu dengan Dewaruci, warga Indonesia ramai-ramai mengunjunginya di pelabuhan.

SORE (4/6) itu ratusan WNI dari ber­bagai negara bagian AS tumplek blek di geladak KRI Dewaruci. Saking pe­nuhnya, mereka sampai meluber ke der­­­maga tempat kapal kebanggaan In­­do­nesia itu ditambatkan di Fish Pier 4. Hari itu sebuah cocktail party di­ge­ber di geladak atas. Jamuan isti­mewa ter­sebut dipersembahkan oleh kru De­waruci untuk menyambut war­ga Indonesia yang berada di negeri rantau.

Boston merupakan kota kesepuluh di AS yang disinggahi Dewaruci dalam eks­pedisi keliling dunia kali ini. Sebe­lum­nya, kapal layar itu sandar di Kwa­jalein (Kepulauan Marshall), Honolulu (Hawaii), San Diego, dan New Orleans. Kemudian, Miami, Savanah, dan Norfolk. Setelah itu, Baltimore dan New York sebelum ke Boston.

Selama Dewaruci mampir di kota-kota tersebut, warga Indonesia seolah kedatangan saudara sendiri dari jauh. Mereka pun menum­pah­kan kerinduan akan tanah air di atas kapal tersebut. Seperti yang di­rasakan Joshua W Uto­mo, arek Mojokerto yang kini ber­pro­fesi sebagai psikoterapis, moti­vator, master hipnotis, dan se­abrek kegiatan pertunjukan maupun seminar.

Sejak meninggalkan tanah air pada pertengahan 1990, Jos­hua sibuk dengan aktivitas ku­liah, tuto­rial, dan tampil se­bagai pem­bi­cara dalam berba­gai work­shop mau­p­un seminar program mo­ti­vasi. “Meski saya jatuh ba­ngun di sini, saya tetap tidak bisa me­lupakan Indonesia,” kata Joshua.

Sejak Dewaruci bersandar di Massachusetts akhir Juni lalu (se­lama enam hari), dia me­nga­ku nyaris tidak pernah mele­wat­kan kesempatan untuk men­da­ta­ngi setiap hari. Secara suka­rela, dia membantu para awak De­wa­ruci yang ingin berpesiar di se­kitar Kota Boston. Dengan meng­­gunakan mobil sedannya, dia memberikan tumpangan se­kaligus menjadi guide ke tem­pat-tempat yang dike­hendaki pa­ra ABK (anak buah kapal).

Selain itu, pria yang gaya bi­caranya ceplas-ceplos tersebut mem­bantu menerapi ABK yang ke­canduan merokok. Di antara­nya, Bintara Kesehatan Sersan Sa­tu Khoirul Soleh dan Juru Ban­tu Mesin Pokok Kelasi Kepa­la Mu­ham­mad Basori. “Mum­pung lagi ke­temu. Kapan lagi bisa mem­bantu bapak-bapak dari TNI-AL ini,” tutur Joshua me­rendah.

ABK yang diterapi pun me­ra­sa senang. Khoirul maupun Basori mengaku ingin berhenti me­­rokok. Mereka tidak ingin ke­biasaannya sejak remaja itu ber­dampak kepada kesehatan tu­buh­nya di kemudian hari. “Se­ka­lian bisa berhemat uang be­lan­ja,” ucap Basori, lalu terkekeh.

“Terus terang, selama ini setiap hari saya bisa habis satu pak isi 12 batang,” ujar Khoirul ter­sipu. Sebagai tentara yang di­per­bantukan sebagai tenaga ke­se­hatan, dia merasa seha­rusnya mem­berikan contoh yang baik ke­pada rekan-rekannya. Bukan­nya malah ikut kecan­duan racun nikotin dan tar yang terkandung dalam tembakau.

Terapi berlangsung singkat. Tak lebih dari sepuluh menit. Tem­patnya di ruang tidur ABK ge­ladak bawah. Sambil duduk ber­sila dan memejam, Khoirul dan Basori konsentrasi men­de­ngar arahan Joshua yang du­duk ber­hadapan. Setelah s­e­rang­kaian prosesi hipnoterapi dan me­notok beberapa titik saraf di wajah dan dada, mereka berikrar tidak akan bersentuhan lagi dengan rokok.
“Mudah-mudahan mereka bisa memegang janjinya itu. Apa pun, niat mereka baik dan harus didukung,” pesan Joshua.

Salah seorang warga Indonesia yang datang pada cocktail party di atas Dewaruci adalah Harianto Cahyono. Dia adalah dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya yang sedang menempuh program doktor di Boston University.

“Sejak kuliah magister pada 2003 saya tinggal di sini. Jadi, senang sekali saya bisa bertemu de­ngan saudara dan kawan dari In­donesia seperti ini,” ujar warga Su­rabaya, itu yang datang ber­sama istri dan anak perempuan semata wayangnya.

Meski langit mulai gelap, Hariono tetap asyik mengambil foto bagian-bagian kapal dengan menggunakan kamera SLR yang dibawanya. Meski dibesarkan di Kota Pahlawan, dia mengaku baru pertama bisa menyaksikan kapal latih para kadet AAL secara langsung itu.

Wigi Lim, warga Bandung yang juga tinggal di Boston, tak ka­lah terkesan dengan Dewa­ruci. Pria paruh baya yang beker­ja di pabrik otomotif itu malah sem­pat menikmati dua hari ber­malam di kapal tersebut. Ten­tu­nya setelah mendapat izin dari Ko­mandan Kapal Letkol Laut (P) Haris Bima Bayuseto.

Selama menginap, Wigi di­dam­pingi Amy Orourke dan Patty Orourke, istri dan anak pe­rempuannya. Karena kamar ti­dur perwira dan ABK sedang pe­nuh, mereka “terpaksa” ditem­pat­­kan di salon atau ruang tamu uta­ma.

Kenangan terhadap De­wa­ruci juga didapat Douglas Verga, w­ar­ga Los Angeles. Pria yang fa­sih berbahasa Indonesia itu me­ngikuti perjalanan Dewa­ruci dari Mia­mi. “Sebagai orang yang per­nah bekerja di kapal pesiar, De­waruci terasa luar biasa,” puji Ver­ga yang sering ke Indonesia un­tuk urusan pekerjaan.

Pemusik yang biasa tampil di ka­pal pesiar itu mengenal Dewa­ruci sejak lama. Dia meni­lai, ka­pal yang tahun depan ber­umur 60 tahun itu memiliki roh isti­mewa. Karena itu, Verga rela me­ngeluarkan dana sendiri un­tuk menginap di hotel selama me­ngikuti sandarnya Dewaruci di sejumlah kota di Amerika. Ter­masuk di Boston, yang kedua da­lam kurun 12 tahun terakhir.

Muhibah Dewaruci di kota itu, berdasar catatan sejarah, su­dah dilakukan dua kali. Yang per­t­ama, pada pelayaran 2000. Ka­la itu Dewaruci dipimpin Letkol Laut (P) Darwanto. Kini mantan komandan KRI De­waruci itu menjabat kepala staf Armada Kawasan Timur (Ar­matim) dengan pangkat lak­samana pertama TNI. (ber­sambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar