Rabu, 01 Agustus 2012

Ikut Dewaruci Keliling Dunia pada Bulan Ramadan, Rute Kanada-Porto (2) Terpaksa Tidur di Ruang Penunggu Kapal


Terpaksa Tidur di Ruang Penunggu Kapal
Para awak KRI Dewaruci bergotong royong mencuci seprai dan selimut dalam perjalanan Boston-Kanada. (Foto: SURYO EKO PRASETYO/JPNN)




BOSTON (RP) - Suasana terasa agak berbeda ketika KRI Dewaruci meninggalkan Boston. Kapal jadi terasa lebih enteng jika dibanding sebelumnya.

Sebab, 101 kadet Akademi Angkatan Laut (AAL) beserta lima perwira pembimbing yang semula memadati kapal latih TNI-AL tersebut tak ikut lagi dalam perjalanan ke Eropa. Mereka kembali ke Tanah Air dengan pesawat terbang.

Karena itu, sejak meninggalkan Amerika Serikat, Dewaruci hanya berawak 78 anggota TNI-AL. Terpaksa Tidur di Ruang ‘’Penunggu’’ Kapal.

Dengan demikian, suasana kapal jadi lebih longgar. Tempat tidur tidak perlu lagi berdesak-desakan. Begitu pula saat mandi atau makan, antreannya lebih pendek dan cepat. Kapal yang semula overload (semestinya tak boleh lebih dari 150 penumpang) jadi terasa ringan.

Kapasitas ruangan yang terbatas dijejali penumpang dua kali lipat dari yang semestinya. Misalnya, ruang perwira yang berkapasitas 2-4 tempat tidur terpaksa diisi sampai 6-7 tempat tidur.

Ruang tamu utama atau salon yang bukan ruang tidur, ketika masih ada kadet, terpaksa dijadikan ruang istirahat yang penuh sesak.

Ruangan yang biasa dipakai komandan kapal menerima tamu berada di bawah bagian buritan. Sementara itu, ruangan salon dilengkapi dua set sofa beralas karpet dan ber-AC. Saya sempat menempati ruangan yang konon merupakan rumah ‘’penunggu’’ kapal berumur 60 tahun tersebut.

Yang paling penuh sesak adalah ruang tidur ABK (anak buah kapal) dan ruang tidur kadet. Sekitar 30 ranjang susun tiga didesain menjadi magic box (kotak ajaib).

Setiap kasur, selain untuk istirahat, menjadi tempat untuk meletakkan perbekalan para kadet dan ABK. Padahal, ukuran kasur itu hanya 2x1 meter. Di bawah kasur terdapat kotak seperti lemari untuk menyimpan alat-alat pribadi.

Di ruangan tersebut juga terdapat puluhan loker yang biasa digunakan menyimpan baju. Sementara itu, bagian tengah dilengkapi pendingin ruangan untuk meletakkan tas-tas besar, koper, hingga peralatan band, sound system, maupun perlengkapan lainnya.

Bagi yang tidak terbiasa masuk ke ruang tidur ABK dan taruna, napas bisa terasa sesak. Sebab, baunya terasa apak dan lembap. Maklum, selain penuh sesak, banyak barang yang tak pernah dicuci.

Dari dalam, Dewaruci memang terkesan besar. Padahal, kapasitas kapal latih itu sejatinya relatif kecil untuk kebutuhan ke depan. Cukup beralasan jika KSAL Laksamana Soeparno dalam suatu kesempatan menegaskan bahwa Dewaruci II nanti harus lebih besar. Daya muat dan fasilitas akomodasi kapal minimal dua kali lipat dari Dewaruci I.

Begitu Dewaruci lepas sandar dari Boston, kondisi kapal berubah total. Ruang tidur taruna yang ditinggal penghuninya kembali bisa dimanfaatkan para ABK secara leluasa.

Selain bisa mengurangi kepadatan di tempat istirahat ABK, ruangan kadet bisa digunakan menyimpan barang-barang bawaan.

Saya akhirnya juga ikut boyongan dari ruang angker di salon ke ruang tidur yang ditinggalkan para kadet. Saya mendapat tempat tidur alternatif dan dua loker untuk menyimpan barang-barang bawaan saya dari Surabaya.

Posisi tempat tidur alternatif saya berada di ruang kadet. Tepatnya di lambung kiri kapal yang tidak jauh dari titik yang bocor tempo hari. Beruntung, kebocoran itu dapat diatasi dengan baik sehingga tak bocor lagi.

Untuk tempat istirahat, disediakan tempat tidur susun dua untuk saya. Tempat tidur itu saya tempati bersama seorang perwira staf intelijen. Posisinya di lambung kanan, di samping lorong dekat pantri (dapur kering) dan dekat toilet perwira menengah/tamu VIP.

Ruangannya berukuran 3x2 meter, sedangkan ukuran kasurnya sama seperti di tempat tidur ABK, 2x1 meter. Namun, tempat tidur susun tersebut lebih longgar karena jaraknya dengan kasur di atasnya cukup tinggi, sekitar 1,5 meter.

Dengan begitu, yang menempati kasur di bawah tidak sampai terantuk besi di atasnya jika duduk. Hal itu berbeda dari kondisi di ruang tidur para ABK yang jarak susunnya hanya setengah meter.

Persoalannya, AC di ruang tidur kami disetel sentral, sehingga tidak bisa dibesar-kecilkan sendiri. Temperaturnya sudah di-setting 21 derajat Celsius setiap saat.

Akibatnya, udara di ruangan itu cukup dingin. Kami pun harus mengenakan pakaian berlapis-lapis kalau tidak ingin menggigil kedinginan.

Dinginnya udara dalam dua hari perjalanan awal membuat para awak kapal tidak bisa banyak beraktivitas. Sejak meninggalkan Boston, tidak terlihat sinar matahari menembus awan mendung di atas perairan Atlantik. Suasana petang di sini terjadi pukul 20.30. Saat itu, matahari baru tenggelam.

Cuaca mulai bersahabat memasuki Ahad siang lalu. Awan tipis di sepanjang langit Teluk Maine, Laut Emerald, hingga mendekati Tanjung Sable perbatasan AS-Kanada mulai terlihat.

Sinar matahari pun terasa di atas geladak kapal. Saat itulah seluruh awak kapal bekerja bakti untuk mencuci segala perlengkapan yang kotor dan bau. Baju, seprai, selimut, karpet, dan lain-lain dikumpulkan di geladak untuk dibersihkan.

Kepala Divisi Layar Lettu Laut (P) Yacob Tri Raharjo turut ikut berbasah-basah bersama anak buahnya. Begitu bersih, seprai putih bermotif garis berlogo jangkar TNI-AL dan selimut hijau digantung di geladak terbuka.

Jadilah Dewaruci seperti jemuran yang terapung di sepanjang perairan timur Kanada sampai Atlantik Utara.(bersambung/ari/ila)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar